Oleh : Aldi Kresmonanda
TERPERCAYANEWS.com – Tepat pada tanggal 17 April 2021, Organisasi Pergererakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menginjak usia ke 61 tahun. Dalam perjalananya telah berhasil melahirkan banyak pemimpin dan kaum intelektual yang telah mewarnai perjalanan bangsa ini. Memperkokoh wawasan dan solidaritas kebangsaan serta memperkuat moderasi Islam, setiap kader PMII sejak awal dikenalkan dengan paradigma Ahlus sunnah wal Jama’ah, sebagai modal dasar untuk mengukuhkan pandangan islam moderat.
Secara structural pada tahun 1989, dengan landasan yang kuat untuk memberikan kontribusi terhadap keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan dan kemasyarakatan di Bengkulu yang pada waktu itu masih minimnya pendidikan masyarakat terutama di Kota Bengkulu dan pelosok-pelosok desa, maka lahirlah PMII hadir untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat terutama kalangan mahasiswa di Bengkulu oleh dua tokoh mahasiswa yaitu, sahabat Zulkarnain dan Sahabat Sukroni.
Sejarah bercerita, dua sahabat ini mendirikan satu kepengurusan koordinasi cabang tingkat Provinsi dan beberap cabang tingkat Kabupaten/Kota, seperti Bengkulu selatan, Rejang lebong, Utara dan Kota Bengkulu, serta beberpa komisariat tingkat kampus seperti IAIN Bengkulu, Universitas Bengkulu, STITQ Bengkulu selatan, STAIN Curup.
Pergererakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Bengkulu berperan sebagai wadah mahasiswa yang berlatar belakang Nadhtul Ulama (NU) serta membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan tanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta berkomitmen memperjuangkan komitmen kemerdekaan Indonesia. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan formal (MAPABA,PKD, dan PKL) serta kegiatan informal (safari dakwah, kegiatan sosial, & kajian). Pada perkembangannya PMII selalu memegang peran penting dikalangan mahasiswa di kampus seperti ketua BEM.
Sahabat Nuzirwan sendiri pada waktu itu diberi kepercayaan menduduki sebagai ketua cabang persiapan, pengurus cabang yang mayoritas dari Kampus IAIN Raden Fatah sebagai pengurus cabang dan sebagaian dari Universitas Bengkulu. Seiring perjalananya, PMII di Kota Bengkulu sendiri hingga sekarang ini sudah memiliki empat komisariat, satu persiapan serta memiliki tujuh rayon dua Persiapan. Secara pribadi penulis merasa beruntung menjadi bagian dari keluarga besar PMII antara keindonesiaan dan keislaman semua dapat dirasakan. Keduanya ini dapat melebur menjadi satu.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk mengupas secara kritis yang selama ini mengendap/parasite ditubuh organisasi PMII sendiri. Retorika yang selama ini di sampaikan para pendahulu hanya segelintir yang mengimplementasikan. Antara junior dengan senior selama ini selalu bertolak belakang, seperti dalam beberapa tahun terakhir adu sikut kepentingan selalu mengarah pada jantung PMII, dengan keadaan yang sadar bahwa dinamika yang terjadi telah melampaui cita-cita utama warga pergerakan.
keadaan seperti ini, penyakit dalam tubuh PMII tak dapat terhindarkan. Bahkan menjadi problem utama seperti sulit dirasakan sinergi antara elemen tingkat kader dan alumni. Bukan tanpa sebab saya mengatakan hal demikian.
Pertama dalam tingkat konsumsi literasi PMII Kota Bengkulu sangat minim, jika mencari kader dengan kadar literasi yang baik bisa dikatakan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Ruang-ruang diskusi antar komisariat dan rayon hanya berbentuk kegiatan Event Organizer (EO), menggambarkan watak para pekerja.
Kedua kaderisasi disisi internal PMII dalam keadaan kejumudan sistematik. Banyaknya keluhan kader mempertanyakan sistem kaderisasi, karna fasenya nyaris hanya berkisar pada kaderisasi formal MAPABA, PKD, dan kalau beruntung mereka sampai pada fase PKL (Itupun ketika pengurus cabang dan koordinator memiliki rasa tanggung jawab).
Ketiga Krisis Solidaritas, pada kesempatan kali ini saya berfokus pada “Golongan Uzur” didalam tatanan struktural, yang tidak menyadari betapa perlunya merekonstruksi gerakan PMII, pada forum-forum tertentu yang timbul hanyalah onani wacana (Formalisme mandul belaka). Meminjam istilah sahabat Angga bahwa pada saat ini golongan uzur banyak menjadi hantu-hantu bagi setiap kader yang merenggut kemerdekaan berpikir sehingga membentuk fraksi-fraksi yang memecah solidaritas, yang hanya mementingkan kepentingan bersifat parasit
Ke-empat Jenis kelamin gerakan, jenis kelamin warga pergerakan yang berpegang teguh pada berfikir kritis bertindak transformatif, dalam pengejawantahan nilai yang terkandung harus teraktualisasi dengan rapi, sebagai nilai dari ber-ilmu, ber-amal dan ber-taqwa. Dalam merespon kondisi nasional warga pergerakan melalui tri khidmad (Taqwa, Intelektual dan profesional) harus mempertegas sikap layaknya warga sembilan bintang. Melawan dengan tetap memegang teguh nilai moral dari tri komitmen (Kejujuran, kebenaran dan keadilan) yang merujuk pada nilai tertinggi dikenal sebagai eka citra diri PMII dengan kata lain kader inti idiologi. Pernyataan sahabat booko ada benarnya selama ini cara pandang seperti hanya sebatas selogan. Semestinya cara pandang seperti itu harus dirawat sebagai asset memperoduksi kader intelekutual.
Maka dalam tulisan singkat ini, dalam menentukan jenis kelamin dan arah gerak PMII Kota Bengkulu yang seharusnya dan semestinya warga pergerakan memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dari penyakit-penyakit kronis yang ada pada jantung PMII, dengan kata lain permasalahan yang begitu kompleks sudah seharusnya membuka mata lebar-lebar demi keberlangsungan PMII kedepan.
Untuk rekan-rekan se-perjuangan dalam keadaan teramat sadar bahwa perjuangan itu harus didasari keikhlasan. Di umur yang ke-61 tahun harapan akan perubahan tempat bernaung amat besar. Mari sama-sama untuk membentuk pondasi awal gerakan dengan mengkesampingkan egosektoral, bersama menangkap pemikiran besar dan arah gerak yang dicanangkan. Dalam keadaan yang benar-benar waras tulisan ini hanya sebuah bentuk kritikan untuk bahan evaluasi kedepan, maka memohon dengan sangat ketika memang ini keliru untuk dapat berdikusi untuk meluruskan kekeliruan.
Penulis adalah kader PMII Unib