Oleh : Donny Osmond
Terpercayanews – Untuk menghadirkan demokrasi di Negeri ini pasca orde baru dan menjadi bagian dari otonomi daerah (Otoda), perhelatan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mulai dilaksanakan secara langsung. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat menjadi sangat menentukan siapa yang akan menjadi kepala daerah untuk lima tahun kedepan. Dengan Pilkada secara langsung di harapkan masyarakat dapat sadar terhadap apa, siapa, dan bagaimana. Serta peduli kepada pemimpin yang akan dipilihnya, agar terjadi perubahan yang signifikan di daerah.
Di Provinsi Bengkulu, Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan Wakil Gubernur (Wagub) akan dilaksanakan 11 Desember mendatang secara bersamaan dengan Pemilihan Bupati dan wakil bupati di tujuh (7) Kabupaten. Masing-masing. Calon kandidat tengah mempersiapkan diri untuk mendapatkan dukungan partai politik sebagai syarat pencalonan. Strategi dan manuver politik semakin gencar dilakukan menjelang semakin dekatnya tahapan pendaftaran dan penetapan pasangan calon (Paslon) oleh KPU.
Ditengah proses yang sedang berlangsung, isu primodialisme ‘Putra Daerah’ semakin mengemuka. Tema putra daerah mulai menjadi isu yang dilontarkan beberapa calon kandidat untuk mengidentifikasi diri agar memperoleh simpati dan memperoleh sentimen positif. Sebenarnya memainkan isu seperti ini bukanlah hal yang baru dalam proses Pilkada, bahkan terkesan merupakan strategi politik kuno.
Akan tetapi realitas perilaku pemilih di Bengkulu secara umum masih dapat dikategorikan sebagai pemilih tradisional yang masih memilih berdasarkan emosional dan loyalitas. Tema putra daerah masih menjadi isu yang laku untuk dijual dan strategis pada segmen pemilih promodial. Biasanya isu putra daerah akan muncul apabila terdapat calon kandidat yang bukan berasal dari suku asli atau salah satu daerah. Sedari dini opini calon pemilih digiring, agar kandidat yang dianggap rival terberat nantinya tidak dipilih.
Tidak heran ketika kita melihat seorang Gubernur yang kembali akan mencalonkan diri, memuat keterangan putra daerah pada media sosialisasinya. Bahkan seorang mantan Gubernur yang pernah bermasalah berdalih keikutsertaannya kembali berkompetisi disebabkan tidak ingin dipimpin orang dari luar daerah, karena akan menjadi masalah dan menyebabkan kerugian bagi daerah.
Masih sering terdengar slogan prinsip di masyarakat setiap kali akan memilih kepala daerah, “Lebih baik rusak dengan anak sendiri dari pada rusak dengan orang lain? Kalau ada yang sejengkal, mengapa memilih yang sedepa?”. Seakan menjadi pedoman mutlak yang harus dipegang dan benar, bahwa pemimpin putra daerah adalah yang baik untuk dipilih. Pertanyaannya, Apakah putra daerah sebagai kepala daerah dapat menjadi jaminan terhadap kesejahteraan masyarakat dan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah?
Putra daerah tidak dapat hanya di artikan sebagai orang yang merupakan penduduk asli dari suatu daerah atau merupakan suku dari suatu daerah yang ada. Namun defenisi putra daerah mengandung makna yang luas tergantung dari obyek dan sudut pandang kita menilai. Dalam konteks sistem sosial politik di Indonesia, makna putra daerah mengalami perluasan menjadi bermacam istilah putra daerah.
Diantaranya ada istilah putra daerah politik. Status putra daerah politik disandarkan hanya karena memiliki hubungan biologis (asal orang tua), meskipun sebelumnya tidak pernah memberikan konstribusi kepada daerah, baik secara politik maupun ekonomi. Klaim putra daerah ini biasanya disaat seseorang memiliki kepentingan politik dengan daerah asal secara pragmatis belaka. Dalam beberapa momentum politik yang pernah berlangsung, disaat mencalonkan diri seseorang yang sukses didaerah lain kembali ke Bengkulu.
Dalam Pilkada yang seharusnya diutamakan ialah tentang kapabilitas dan integritas dari calon-calon kandidat. Integritas terutama dikaitkan dengan rekam jejak karier politiknya, adakah jejak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) ketika diberikan kewenangan dalam jabatan selama ini.
Pemilih yang rasional memilih kandidat dengan menimbang, seberapa jauh kandidat terbukti memiliki pemahaman, pengetahuan dan empati yang layak terhadap persoalan-persoalan daerah. Seberapa realistis dan menjanjikan program kerja dan kebijakan-kebijakan yang ditawarkan, seberapa jauh pula ia bisa dipercaya.
Kepala daerah terpilih harus memiliki kemampuan yang cukup untuk memimpin dan membimbing masyarakatnya, serta memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas serta ketegasan dalam memimpin, serta memiliki wawasan, pandangan yang luas dan mampu menjawab keluhan masyarakat dan berbagai persoalan daerah.
Kepemimpinan daerah tidak dapat dipimpin oleh pemimpin yang hanya bermodalkan kefiguritasan semata, aksetabilitas harus ditunjang oleh moral yang baik. Seberapa besar kemauan dan komitmen sang kandidat untuk bekerja keras dan mewakafkan seluruh waktunya sebagai pemimpin daerah ataupun seberapa mampu ia membangun kepemimpinan kolektif yang profesional, kompeten dan berintegritas.
Pilkada juga menuntut suatu proses pemilihan yang fair, adil dan terbuka, jauh dari praktek money politic dan black campaign, adu domba, fitnah, intimidasi ataupun cara-cara kotor yang melawan moral sosial dan moral agama. Di satu sisi, isu putra daerah bertujuan mengalihkan perhatian masyarakat pemilih dari penilaian sesungguhnya atas seorang calon. Oleh karena itu pengenalan dan sosialisasi calon atau kandidat akan yang siap bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah harus dikatahui setiap anggota masyarakat sebagai acuan dalam memilih nahkoda yang akan memimpin daerah selama 5 (lima tahun kedepan).
Di Provinsi Bengkulu, terdapat berbagai macam suku asli dan suku dari berbagai daerah yang datang dan menetap.
Tidak ada satu sukupun yang berstatus mayoritas. Bahkan penduduk terbesar berasal dari sukupendatang, yaitu suku Jawa. Jika isu tentang putra daerah ini terus dikembangkan, maka akan memicu timbulnya semangat primordialisme atau rasa kesukuan yang berlebihan yang dapat mengancam keharmonisan masyarakat di Provinsi tercinta ini.
Isu putra daerah adalah sesuatu yang tidak menyehatkan proses demokrasi di daerah. Realitas ini merupakan bentuk kejanggalan dalam demokrasi yang sedang kita bangun, kontraproduktif dan bisa mencabik rajutan kebersamaan kita sebagai sebuah bangsa. Masyarakat diharapkan menjadi pemilih yang cerdas, dapat melihat fenomena pendangkalan wacana berfikir dalam frame negara kesatuan yang berlangsung ini. Apakah isu putra daerah masih akan tetap berpengaruh signifikan pada perhelatan Pilkada kali ini. Menjadi arus utama yang akan tetap awet sampai akhir tahapan, padahal sebenarnya kita tahu bahwa issu merupakan strategi marketing politik calon kepala daerah yang kurang percaya diri menghadapi kandidat pesaing.