Puisi, tulisan yang disusun sedemikian rupa menggunakan susunan kata estetis dan dapat menghasilkan makna multi tafsir yang menggugah dan menggerakan hati pembacanya dalam bentuk pesan, amanat atau pembentuk suasana hati semata.
Andes Beta, Mahasiswa Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang menyukai rambut kribonya dilengkapi talenta seni membaca puisi. Di luar semua itu, ia adalah pribadi yang rama, terbuka, dan mudah beradaptasi. Kesukaan membaca puisi baginya bunyi yang berestetika, dan puisi seperti makhluk hidup yang bisa mendengar, merasakan, dan menggerakkan.
Baginya perasaan saat membaca puisi, terutama di depan orang banyak dapat merasakan perasaan senang, sebab dengan membaca puisi ia dapat menghibur orang melalui seni sastra.
Saat ini sukar ditemukan anak muda yang gemar membaca puisi, ditambah lagi belajar membuat dan menulisnya, seperti halnya mencintai puisi. Akankah Andes dapat membangkitkan kembali kecintaan terhadap puisi?
“Puisi seperti cinta pada suatu hal akan pada relung rasa yang sangat dalam, apabila sudah cinta kata-kata akan bangkit. itu mau berbentuk tulisan atau lisan maupun pujian tapi jangan lupa banyak membaca,” katanya.
Andes meyakini membangkitkan kembali kecintaan terhadap puisi bukanlah perkara kecil. Setiap manusia menginginkan peran itu, dan merasa memiliki jiwa penyair. Hanya saja kemajuan teknologi seperti sekarang ini mendapatkan tatangan baru, artinya mereka masih bertahan dengan konsistensi pada dirinya masing-masing. Konsekuensi akan semua itu mereka lupa menikmati karya-karya penyair. Andes menyadari banya penyair menjadi dilema dengan keadaan sekarang ini, maka ia mengajak untuk cepat mengambil sikap dengan memadukan sastra dan teknologi.
“Membaca puisi secara virtual atau tetap dengan konsistensinya menulis lalu membacanya serta membuat lingkaran kecil untuk membahas puisi. Seperti yang dilakukan penyair Bengkulu waktu sebelum pandemi virus,” tuturnya
Keyakinanya melakukan hal itu diyakini langkah soluktif untuk menghidupkan kembali seperti para dahulu darinya. Hanya saja dunia sastra saat ini mendapatkan hal tragis khususnya pada puisi sebab banyak yang lari dari kaidah-kaidah penulisan puisi, itu banyak dikalangan millennial.
“Bisa kita lihat di media sosial banyaknya millenialis bersyair tak tentunya. Maka dari itu, harap banyak baca untuk ditulis kembali sebagai penambah kosa kata lalu dirangkai seindah mungkin sehingga menjadi puisi yang berestetika. Namun tidak apa kita bukan kritikus sastra tapi perlu untuk saling mengingatkan, saya juga pernah seperti itu awalnya dahulu pertama-tama menulis puisi,” Heeemmm. (3f)
puisi untuk adik
karya: Widji Thukul
apakah nasib kita akan terus seperti
sepeda rongsokan karatan itu?
o… tidak, dik!
kita akan terus melawan
waktu yang bijak bestari
kan sudah mengajari kita
bagaimana menghadapi derita
kitalah yang akan memberi senyum
kepada masa depan
jangan menyerahkan diri kepada ketakutan
kita akan terus bergulat
apakah nasib kita akan terus seperti
sepeda rongsokan karatan itu?
o… tidak, dik!
kita harus membaca lagi
agar bisa menuliskan isi kepala
dan memahami dunia