Pilkada Dibalik Mimpi Buruk

Oleh : Donny Osmond

Terpercayanews, – Bengkulu yang dulunya masih menjadi keresidenan di Sumatera Selatan, baru sejak 18 November 1968 ditingkatkan statusnya menjadi Provinsi ke 26. Provinsi Bengkulu termuda sebelum Timor-Timur.

Bengkulu yang terletak di bagian barat daya pulau Sumatera, Provinsi Bengkulu kaya akan hasil laut, perkebunan, rempah-rempah dan hasil tambang. Daerah ini juga terkenal sebagai salah satu tempat bertumbuhnya tanaman endemic Rafflesia Arnoldi. Selain itu, daerah ini juga kondang sebagai salah satu tempat pengasingan bagi pejuang kemerdekaan Indonesia, salah satu di antaranya Soekarno.

Sejarah bercerita, diwilayah Bengkulu pernah berdiri kerajaan-kerajaan yang berdasarkan etnis seperti Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Balai Buntar, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sekris, Kerajaan Gedung Agung, dan Kerajaan Marau Riang. Dibawah kesultanan Banten, mereka menjadi vazal.

Peradaban Provinsi Bengkulu sangat dinamis, sekarang ini telah banyak mengalami peningkatan. Berbagai macam infrastruktur pun kiat dibangun.

Seiring dengan semakin meningkatnya kemajuan zaman, terutama aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, pembangunan infrastrukturpun belum begitu masif sampai ke pelosok daerah. Bahkan belum begitu dapat sentuhan dari pemerintah daerah.

Seperti terdapat diibeberapa wilayah, terutama masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan, masih mengalami kesulitan membawa hasil pertanian. Pasalnya masih terdapat beberapa jalan sulit diakses. Hal ini mengakibatkan lemahnya daya saing hasil pertanian, sehingga harga yang layak tidak didapatkan.

Begitu juga dengan sarana dan prasarana pendidikan, dan kesehatan, mengalami hal serupa, bisa dibilang sangat belum memadai sebagai hak dasar warga Negara. Artinya keadaan sekarang terutama pembangunan disisi infrastruktur belum dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat.

Jika dibandingkan dengan Provinsi lain di pulau Sumatera, Bengkulu menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Mengingat potensi sumber daya alam (SDA) yang kita miliki sangatlah berlimpah ruah, belum termanfaatkan dengan baik dan tepat sasaran. Bahkan pantai sepanjang 525 KM, sebagian besar juga belum dimanfaatkan dengan baik.

Hasil hutan produksi, tambang batubara hanya dinikmati para elit penguasa dan pemodal saja. Penerimaan pendapatan daerah (APBD) masih relatif kecil. Berakibat kemajuan pembangunan Provinsi Bengkulu mengalami ketertinggalan.

Bengkulu semakin parah ketika beberapa Gubernur tersandung kasus korupsi. Tentu ini menambah buruk citra Provinsi Bengkulu di mata nasional.

Sejumlah besar dana sudah dikucurkan agar masyarakat dapat berpartisipasi memilih pemimpin daerah secara langsung. Pemimpin pengganti cenderung bersikap hati-hati, sehingga tidak mampu menangkap aspirasi, melakukan upaya perbaikan dan menciptakan keadilan.

Persoalan kepemimpinan dalam kehidupan masyarakat dan daerah adalah salah satu hal yang penting dan prinsip. Kepercayaan, kewibawaan, dan keteladanan dari para pemimpin menjadi hilang.

Ini menjadi bukti nyata kita tidak hanya miskin secara materi, tetapi juga miskin akhlak dan pemimpin yang amanah. Masyarakat yang adil dan makmur dalam artian yang sesungguhnya masih amat jauh, bahkan semakin menjauh terwujud.

Hal ini luar dari ekpektasi para founding father pejuang kemerdekaan. Disisi lain, ditengah ketidakberdayaan dan keputusasaan. Masyarakat mulai mencari pegangan sebagai alternatif jalan keluarnya sendiri.

Semua yang terjadi, secara tidak langsung ikut mempengaruhi akal kepribadian seorang individu. Nilai-nilai fundamental etika dan moral yang menjadi dasar sistem eksistensi yang dalam setiap pribadi semakin memudar. Kadang pegangan hidup pada apa yang baik dan buruk, yang benar dan salah pun dapat hilang.

Berulang kali terjadi peristiwa kriminal yang menjadi trending pemberitaan media nasional. Entah karena apa, akhir-akhir ini peristiwa bunuh diri seringkali terjadi.

Berbagai gejala-gejala sosial yang sebelumnya tidak diperhitungkan mulai bermunculan dan menjadi realitas yang baru pada masyarakat.

Fenomena perubahan ini semakin nyata terlihat, bersamaan dengan digelarnya proses perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) saat ini. Media sosial (sosmed) dipenuhi dengan celaan dan cacian yang ditunjukkan kepada kandidat lain dari yang didukung netizen pasca dilaksanakannya debat kandidat. Begitu juga sebaliknya, pujian dan sanjungan setinggi langit diberitakan kepada Paslon yang didukung.

Budaya kekeluargaan, gotong royong, dan solidaritas sosial yang menjadi ciri selama ini mulai menghilang. Sikap dan cara pandang berubah menjadi apatis, pesimistis, dan materialistis. Kampanye hitam maupun negatif dalam “perang udara” kian berpotensi sebagai sumber perpecahan yang dapat membahayakan persatuan ditengah masyarakat.

Bukankah kita memiliki landasan ideologi yang menjadi sumber moral dalam sistem kehidupan yang menjadi identitas budaya bangsa kita.

Secercah harapan karena sebentar lagi kita akan kembali memilih. Memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati untuk delapan wilayah Kabupaten sebagai hak kewarganegaraan kita. Yang bagi sebagian orang mungkin dinilai terlalu baper dan berlebihan.

Melalui program mereka, kita titipkan harapan akan keadilan dari berbagai aspek. Khususnya dalam bidang ekonomi, dapat melepaskan diri kita dari jeratan struktur materialisme.

Pilkada ini merupakan kesempatan, untuk menilai dan memilih. Paslon manakah yang kita yakini untuk diberikan amanah, dapat melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Memberikan peta, corak ideal, dan mampu menghimpun semua potensi yang ada sebagai jalan keluar dari ketimpangan struktural. Memiliki gagasan dan konsep yang dapat melepaskan kita dari predikat sebagai daerah termiskin.

Ini bukan tentang perebutan kekuasaan, tetapi tentang mimpi buruk anak bangsa. Tentang kesadaran, saat ini adalah momentum untuk ikut dalam gerakan perubahan.

Memperjuangkan gagasan, konsep dan nilai-nilai kebenaran yang menjadi keyakinan. Sehingga Pilkada kali ini dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat, menampilkan perlombaan dalam kebaikan. Bukan hanya dalam bentuk teori dan retorika.

52 tahun sudah kita menjadi sebuah Provinsi.

Apakah pemimpin kita selama ini sudah salah arah dalam mencapai kemajuan pembangunan.??

Mengapa impian akan kesejahteraan dan kemakmuran semakin terasa menjauh dari kenyataan?

Atau jangan-jangan ada yang salah pada sistem demokrasi yang kita jalankan dan dianut oleh bangsa ini?

Mungkin ini adalah harapan yang terakhir, perjuangan untuk perubahan melalui jalur yang tersedia. Sampai dengan waktunya nanti, hanya ada cara alternatif untuk menjebol kemandegan pertanyaan diatas.

Dan jika memang itu, saya ingin kembali ambil bagian. Berada dalam barisan yang menuntut perubahan.

Selamat ulang tahun Provinsi Bengkulu ke 52

Penulis adalah pemerhati sosial alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu.

 

Pos terkait