Terpercayanews, – Aktivitas PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) selaku pemilik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berlokasi di kawasan Teluk Sepang Kota Bengkulu, diduga telah melanggar dokumen Adendum Andal dan RKP-RPL. Hal ini terungkap ketika aktivis lingkungan Kanopi Hijau Indonesia melakukan pemantauan aktivitas PLTU pada bulan Juli sampai November 2020.
Hasil dari pantauan tersebut, seperti diungkapkan Olan bahwa aktivitas PLTU Teluk Sepang yang berkapasitas 2 x 100 MW ini telah melakukan pelangaran yang tertuang di Adendum Andal, yaitu pada Bab II-47 yang tertulis, Batubara dari kapal diturunkan ke dermaga/jetty, kemudian di bawa menuju inactive coal yard stock menggunakan konveyor dengan jenis idler roll belt conveyor dengan output sebesar 200 t/h. Batubara ditumpuk menuju inactive coal yard stock dengan jumlah stok batubara 8.2 ton x 10 ton yang dapat memenuhi kebutuhan untuk pengoprasian PLTU selama 30 hari.
“Namun temuan kami, batubara itu dipasok menggunakan jalur darat, kok bukan melalui kapal diturunkan di dermaga,” tutur Olan.
Begitu juga dalam proses pengangkutan abu, dalam Adendum Andal RKL–RPL Bab V-13 tertulis bak truck yang digunakan pengangkutan abu dari silo PLTU ke tempat penumpukan dan penyimpanan abu dasar dan abu terbang harus tertutup. Namun temuan Tim Kanopi bak truck untuk pengangkutan abu tidak ditutup.
“Begitu juga pada pagar pembuangan abu yang diatur Bab V-14 poin 5, tertulis PLTU memagar tempat penumpukan dan penyimpanan sementara abu dasar dan abu terbang dengan tembok beton setinggi minimal 2 meter, fakta kami jumpai tanpa memiliki pagar,” kata Olan.
Lanjut Olan mengatakan, tanpa pagar ini, tentu berpotensi mencemari lingkungan sekitar terutama laut, apalagi jika terjadi tiupan angin kencang atau badai, maka abu akan terbang ke arah laut yang jaraknya sangat dekat dengan kolam tersebut.
Tidak hanya itu, hasil temuan aktivis lingkungan Kanopi Hijau Indonesia yang aktif melakukan pemantauan terhadap aktivitas PLTU yang berpotensi mengakibatkan pencemaran udara akibat debu yang dikeluarkan PLTU tersebut, juga menemukan tempat penumpukan dan pembuangan abu, dalam Andal Bab V-14 poin 4 tertulis, membangun tempat penumpukan dan penyimpanan abu dasar dan abu terbang di tapak PLTU dibawah permukaan tanah dengan kedalaman 3-5 meter. Kapasitas tampung tempat penumpukan dan penyimpanan tersebut harus cukup untuk menampung abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) minimal 250.000 ton. Konstruksi tempat penumpukan dan penyimpanan ini harus kedap air.
Temuan Kanopi, lokasi tempat penumpukan abu dasar dan abu terbang sudah teridentifikasi dengan luasan lebih kurang 3,32 hektar persegi dengan kedalaman kolam 3-5 meter yang dilapisi dengan plastik (terpal) yang belum di ketahui jenisnya, “Sehingga belum bisa dipastikan apakah plastik tersebut bisa menahan air tirisan merembes ke tanah atau tidak,” ungkap Olan.
Atas pelangaran-pelangaran yang ditemukan aktivis lingkungan Kanopi Hijau Indonesia ini, mereka mempertanyakan keseriusan PT Tenaga Listrik Bengkulu selaku pemilik PLTU Teluk Sepang atas komitmen mereka yang terterah dalam dokumen Adendum Andal dan RKL-RPL.
“Banyak sekali aturan yang mereka tidak patuhi,” kata Olan.
Atas pelanggaran yang diduga telah dilakukan oleh PLTU ini terhadap RKPL-RPL, Olan juga mempertanyakan peran dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), “Harusnya pihak DLHK Bengkulu menindak tegas,” kata Olan.
Sementara itu, Reynaldo sembiring Direktur ICEL Indonesia juga mengkritisi persoalan ini. Bahkan dalam hal ini DLHK seharusnya bertindak tegas, bahkan saatnya DLHK berani melakukan pembekuan izin lingkungan PT TLB.
“Laporan ini sudah jelas, apalagi sebelumnya Ombudsman RI sudah mengirim surat rekomendasi pembekuan Surat Izin Lingkungan kepada DLHK Bengkulu. Harusnya ditindaklanjuti dong,” katanya.
Surat rekomendasi Ombusman RI itu berlandaskan pelanggaran pembangunan PLTU yang tidak sesuai dengan RTRW Bengkulu. Reynaldo juga mendorong pembentukan forum publik untuk membahas temuan bahan/bukti ini. “Forum itu harus mendiskusikan hasil pemantauan pelaksanaan PLTU yang mengacu kepada dokumen adendum andal.” kata Reynaldo
Regulasi terkait membentuk tim pemantauan independen itu bukan tanpa landasan, dalam UU keterbukaan Informasi publik pasal 65, dijelaskan hak masyarakat untuk berpartisipasi terkait informasi publik.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda PPLH, Usin Sembiring SH mengungkapkan PLTU dari awal diduga telah banyak melakukan pelanggaran, dimulai melanggar Perda RTRW hingga proses pencemaran lingkungan lainnya. Bahkan Usin meminta masyarakat mengirim laporan pelanggaran kepada Ketua DPRD Bengkulu juga Fraksi – Fraksi di DPRD, tujuannya supaya Partai yang bisa mengawal aspirasi masyarakat.
“Bila pelanggaran sekali terjadi, dan ketika diperingati mengaku khilaf, maka itu normal. Namun jika pelanggaran dilakukan berulang-ulang, maka itu kejahatan,” tegas Usin. (3f)