TERPERCAYANEWS.com – Rencana masuknya investor perkebunan kelapa sawit skala besar di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, mulai menuai penolakan dari masyarakat sekitar. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya diskusi bertajuk “Selamatkan Pulau Enggano Dari Gempuran Investasi Perkebunan Kepala Sawit”, di Roemah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Bengkulu, Rabu, 16 Februari 2022.
Salah satu tokoh masyarakat Pulau Enggano yakni, Yudi Ariawan Kaitora mengungkapkan, masuknya investor yang informasinya akan menggarap lahan seluas 15.000 hektar menurutnya pasti akan berpengaruh pada rusaknya kondisi alam Enggano, terutama akan menipisnya ketersediaan air bersih dan terancam punahnya flora dan fauna endemik di Enggano.
“Kita ketahui bersama, sawit sangat rakus mengkonsumsi air, sehingga tidak layak dikembangkan di Enggano. Selain ketersedian air bersih dikhawatirkan akan menipis, endemik langka yang dilindungi Undang-Undang pun akan ikut menjadi sasaran yang berakibat semakin punah.” ungkapnya.
Ia menambahkan, informasi akan masuknya investor sawit skala besar tersebut di pulau Enggano bukanlah yang pertama kali, selalu mendapatkan penolakan masyarakat termasuk yang direncanakan ahir-ahir ini.

Hal senada disampaikan Aldi Kresmonanda, selaku Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bengkulu. Pembangunan perkebunan skala besar seringkali berangkat dari asumsi bahwa perusahaan agribisnis global lebih efektif dari pada petani skala kecil dan masyarakat setempat.
Aldi mengatakan, masuknya investor tersebut tidak menutup kemungkinan dikhawatirkan berpotensi merusak ekosistem kawasan, kehadiran komoditas sawit juga akan berdampak pada wilayah dan masyarakat adat semakin tergerus.
“Kita ketahui bersama, pulau Enggano yang notabene wilayah batuan karang dikhawatirkan merusak ekosistem yang ada dan tidak cocok jika ditanami sawit, apalagi dengan jumlah besar.” ujar Mahasiswa Pertanian Universitas Bengkulu tersebut.
Informasi akan masuknya investor ke pulau Enggano dengan dalih untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, hal tersebut dibantah oleh Aldi. Menurutnya, dari hasil diskusi, Pulau Enggano mempunyai banyak potensi. Kenapa potensi yang ada itu tidak dikembangkan saja. Misal, potensi pisang enggano yang luar biasa, kenapa tidak kita ajak investornya agar pisang yang keluar tidak lagi berupa pisang melainkan berupa tepung, cemilan dan lain sebagainya.
“Kepada pemangku kepentingan, kami menawarkan investor yang akan masuk jangan komoditi sawitlah, coba pabrik pisang yang mampu mengolah jadi tebung, cemilan dan lain sebagainya, toh itu sudah menjadi komoditi khas Enggano atau potensi lainnya” tambah Aldi.
Untuk diketahui, Ekpedisi Widya Nusantara tahun 2015 lalu oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), setidaknya telah menemukan 14 flora dan fauna khas yang belum pernah detemukan dan dikenal sebelumnya.
Dari 14 spesies baru yang telah diteliti terdiri dari 1 tumbuhan, 2 katak sudah yakin baru karena analisis genetiknya sudah keluar, 2 kelelawar, 1 jenis ikan, 2 jenis udang, 2 jenis capung, dan 4 jenis kupu-kupu.
Selain itu di pulau seluas 40 km persegi ini tercatat ada 35 jenis burung, 13 jenis mamalia kecil, 3 jenis mamalia besar, 13 jenis reptil, 2 jenis amfibi, 52 jenis ikan, 24 jenis moluska, dan 25 jenis krustasea.
Maka demi menjaga flora dan fauna yang ada di Pulau Enggano, mari bergandengan tangan memikirkan keberlangsungan pulau Enggano. Tidak elok juga ketika dipaksakan yang akan mengakibatkan ketersediaan air bersih menurun, satwa langka jadi korban, dan pulau beserta masyarakat pun dikhawatirkan akan menjadi korbannya. (3f)