UU Omnibus Law Tidak Pertimbangkan Kelestarian Lingkungan

oleh: Dede Frastien, SH

Terpercayanews – Dengan disahkannya UU Omnibus Law dengan ketentuan bahwa izin lingkungan tidak lagi berdiri sendiri, izin lingkungan diintegrasikan ke dalam izin berusaha. Hal ini demi mempermudah sistem perizinan di indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah telah melanggar hasil deklarasi internasional dan tidak mempertimbangkan lagi prinsip-prinsip umum pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup serta tujuan pembangunan berkelanjutan yang wajib mempertimbangkan tiga pilar yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan hidup yang harus seimbang. Salah satu prinsip yang tidak diperhatikan pemerintah adalah prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam penerbitan suatu peizinan, prinsip ini menekankan bahwa kehati-hatian perlu dilakukan oleh Negara dalam pembuatan kebijakannya. Kegiatan yang memiliki kemungkinan untuk menyebabkan dampak yang serius dan tidak dapat dipulihkan inilah dalam prinsip ini haruslah dicegah.

Perizinan lingkungan merupakan instrumen pencegahan perusakan dan pencemaran lingkungan terhadap suatu kegiatan usaha, merupakan langkah yang paling ampuh dan konkrit untuk melakukan penindakan penegakan hukum adminstrasi di bidang lingkungan hidup, seperti diketahui semangat dari izin lingkungan tersebut adalah saklar dari seluruh instrumen perizinan dalam kegiatan usaha, artinya apabila izin lingkungan dicabut atau ditinjau ulang maka seluruh perizinan kegiatan/usaha wajib mengikuti.

Sehingga dengan mengintgrasikan perizinan lingkungan hidup dengan izin berusaha yang tertuang di dalam draft UU Omnibus Law Cipta Kerja, maka akan menjadi celaka bagi lingkungan hidup, karena penindakan dan pencegahan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup tidak lagi dianggap penting dan berdasarkan risiko. Perizinan berusaha dapat dibatalkan apabila kerusakan lingkungan sudah terjadi bukan melakukan upaya preventif terhadap perizinan tersebut, agar tidak terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan usaha juga berdasarkan tingkat risiko, ini akan menjadi celah baru bagi percepatan pemusnahan ekosistem oleh pengusaha industri ekstraktif.

Selanjutnya kesiapan dokumen instrumen lingkungan seperti RTRW, RTRWP, RDTR, KLHS dan grand desain seperti dokumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga sampai saat ini belum selesai baik di tingkat nasional maupun daerah. ini yg seharusnya menjadi prioritas utama bukan malah sebaliknya dengan memangkas dan mempermudah sistem perizinan dan melakukan re-sentralisasi dalam penerbitan suatu perizinan.

Pos terkait